Home » » Kisah Cinta: Mantau dan Roti Bakar

Kisah Cinta: Mantau dan Roti Bakar






Cinta bisa terjadi pada siapa saja dan di mana saja. Tidak menutup kemungkinan pula terjadi antara dua makanan yang berbeda.




Aku adalah hal yang biasa saja walau berada di sebuah tempat yang tidak biasa. Aku biasanya menjadi teman di kala dingin maupun di kala orang ingin bercerita. Aku bisa muncul di mana saja, kepada siapapun yang membutuhkan. Namun dalam cerita ini, aku hadir hanya sebagai pengamat. Aku tidak memiliki peranan berarti. Hanya bisa mengamati.

Ini Aku



Terpaksa aku memunculkan diri untuk kejelasan cerita ini. Ya, kalian bisa memanggilku 'segelas teh hangat'. Kali ini aku muncul di sebuah resto bernama Eastern Kopitiam Jogja. Aku muncul di tengah hujan yang lebat, hadir untuk memberi kehangatan. Maafkan bila kali ini aku tidak tampil dalam sebuah cangkir yang cantik. Namun aku lebih menyukai bentukku yang seperti ini, sederhana namun menghangatkan.

Cukup lama aku sendiri di atas meja itu. Perempuan yang menghadirkanku sepertinya ingin menikmati hujan di pagi itu. Kuperhatikan dia pelan-pelan menghisap rokoknya sambil tangannya sibuk mengetik di iPhonenya. Sesekali dia memotretku, menggeserku dan kembali menyesap hangatku. Pagi itu begitu dingin dan tenang, hanya ada kami berdua.

Lalu tiba-tiba muncul sepasang roti mantau. Sepasang roti ini masih hangat, seperti aku. Perempuan itu sedikit mengaduh ketika menyentuh salah satu mantau. Dia lalu kembali memotret kami dengan berbagai pose. Sepasang roti mantau ini bergaya dengan maksimal. Mereka memang roti yang cantik. Sedikit asap kadang muncul di antara kulit mereka. Aku mendengar tawa mereka ketika si perempuan sibuk memotretnya. Ah, aku harus menyapa mereka.

"Hai, kalian sudah lama bersama?" sapaku.
"Tidak juga, kami baru hadir di sini. Kami selalu berdua." jawab salah satu di antara mereka dengan ramah.
"Kalian terlihat bahagia, kalian sedang jatuh cinta?" tanyaku lagi.
"Ya! Kami sedang jatuh cinta! Kami mencintai satu sama lain. Kami mencintai pagi yang dingin ini! Kami mencintai srikaya yang ada di dalam kami. Kami mencintai kamu yang juga hadir di meja ini." jawaban mereka penuh kebahagiaan. Aku pun tersenyum dan ikut merasa bahagia.

Aku dan sepasang roti mantau yang berbahagia


Kami lalu menikmati pagi yang dingin itu. Si perempuan sepertinya sibuk mengamati hasil foto. Matanya tampak tajam mengamati layar iPhonenya, terkadang dahinya berkerut entah sedang memikirkan apa. Hujan masih turun dengan lebatnya. Suasana resto itu mulai sedikit ramai dengan orang yang hendak menikmati sarapan. Tiba-tiba, tangan si perempuan meraih salah satu roti mantau dan menggigitnya setengah. Terdengar teriakan dari roti mantau yang tertinggal di piring. Aku menyaksikan kejadian yang terjadi dengan cepat itu dengan penuh takjub. Tampaknya roti mantau ini lupa arti kehadiran mereka, yaitu untuk memberikan kehangatan dan kekenyangan bagi pemesannya.



Tampak srikaya yang manis di tengah roti mantau
Roti mantau yang tertinggal menangis terisak. Aku berusaha menenangkannya.

"Kenapa dia tidak memakanku juga? Kenapa dia meninggalkanku sendiri di sini? Aku gak bisa sendirian seperti ini!" tangisnya memecah dingin pagi itu.
"Kamu lupa arti kehadiranmu. Jangan sedih, akan tiba saatnya untuk kita semua, aku dan kamu. Itulah arti kehadiran kita. Kita bukan hadir untuk dipotret saja, walaupun bentuk kita memang cantik, tapi tujuan utama kita adalah untuk mengisi perut yang memesan kita. Jangan lupa itu. Sudahlah, hentikan tangisanmu." aku masih berusaha menenangkannya.

Tak lama kemudian, hadirlah sepasang roti bakar cokelat. Mereka terlihat gagah dan mempesona. Butiran cokelat di atas mereka mengkilap dan begitu menggiurkan. Sepasang roti bakar ini masih hangat, sama seperti kami ketika pertama hadir di meja ini. Si perempuan kembali sibuk memotret kami. Namun kali ini si roti bakar terlihat tidak sabar, berkali-kali dia memanggil si perempuan untuk segera melahapnya.

Roti bakar cokelat yang gagah
"Jangan hanya difoto saja! Ayo lahap kami selagi hangat! Jangan habiskan waktumu hanya untuk memotret kami! Kami ini enak loh!" serunya pada si perempuan itu. Tentu saja ucapannya tidak dapat didengar oleh si perempuan. Lelah berteriak, si roti bakar lalu melirik kami dan mengajak kami ngobrol.

"Hai, apa kabar kalian? Pagi ini cukup dingin ya. Loh kenapa dia?" sapanya dengan ramah.
"Hai, kenalkan aku segelas teh hangat dan ini roti mantau. Tadinya dia berdua, namun yang satu sudah dilahap oleh si perempuan, sekarang si roti mantau lagi sedih. Maafkan tangisannya ya." jawabku. Roti bakar cokelat menatap dengan seksama roti mantau. Mereka lalu tersenyum.
"Sudahlah, jangan terlalu sedih. Ini memang takdir kita. Semakin kita kuat dalam menghadapi ini, kita akan semakin terbiasa. Toh kita tetap akan muncul lagi dalam bentuk yang sama. Kamu masih akan bertemu dengan pasanganmu." salah satu roti bakar berpetuah sangat bijaksana. Si roti mantau memandangnya dengan takjub, tampak matanya terpesona memandang si roti bakar.

Si perempuan mengambil salah satu roti bakar dan melahapnya. Sebelum hilang, si roti bakar cokelat mengucapkan salam perpisahan pada kami dan pasangannya. "Sampai jumpa! Tetap gagahlah sampai saat kita bertemu nanti!" lambainya dengan semangat.

Tinggallah aku, satu roti mantau dan satu roti bakar cokelat. Si perempuan kali ini lebih sibuk denganku. Aku memang teman merokok yang paling tepat. Aku amati si roti bakar cokelat dan roti mantau bercakap-cakap dengan akrab. Terdengar gelak tawa roti mantau yang menertawakan candaan si roti bakar cokelat. Wajahnya tersipu-sipu ketika si roti bakar cokelat melontarkan pujian akan kecantikannya. Si perempuan tiba-tiba menyatukan mereka berdua pada piring yang sama. Aku hanya bisa tersenyum dan menyaksikan kemesraan yang muncul di antara dua roti yang tertinggal itu.

Mereka terlihat bahagia ya

"Kalian terlihat serasi!" seruku.
"Ya, sepertinya kami bisa saling melengkapi. Kami sama-sama tertinggal sendirian. Dia bisa membahagiakanku dengan cerita dan candanya." jawab roti mantau.
"Ah, aku hanya berusaha menghilangkan sedihmu saja roti mantau. Mungkin aku memang tidak secantik pasanganmu. Tapi aku akan berusaha membahagiakanmu." roti bakar cokelat berkata sambil menjatuhkan beberapa butiran cokelatnya. Roti mantau tersenyum mengiyakan perkataannya. Meereka lalu bersenda gurau dengan hangat.

Pagi mulai beranjak menuju siang. Hujan sedikit reda setelah turun dengan lebatnya, mungkin akhirnya dia lelah. Aku pun mulai merasa mengantuk karena kedamaian saat itu. Dan tak disangka aku tertidur. Sebelum jatuh tertidur, aku hanya bisa mengingat si perempuan sibuk berbicara di teleponnya sambil melihat jam. Selebihnya, kantukku berhasil menguasaiku.

Aku terbangun ketika sinar matahari mulai menyengat gelasku. Gelagapan, aku melihat sekitar, aku hanya tertinggal sendiri di meja itu. Tidak ada roti mantau, roti bakar cokelat atau si perempuan. Hanya ada aku sendirian. Teh di dalam gelasku tinggal sedikit, aku lantas berpikir pergi ke mana mereka ya. Apakah roti mantau dan roti bakar cokelat terpisah atau apakah mereka tetap bersama? Aku tidak tahu, aku hanya bisa berharap mereka tetap bahagia.

Aku, si segelas teh hangat



*cerita ini hanya fiktif belaka yang terinspirasi dari conversation antara @utieed, @haryfadly dan @ardian_tto


SHARE

About Utied

0 komentar :

Post a Comment